Jumat, 31 Agustus 2012

Tentang Jawaban dari Ukhti yang Anggun nan Solehah

Aku dulu pernah merasa sangat 'gede rasa' ketika seorang teman mengatakan padaku, dan disimak oleh beberapa orang teman lagi yang kesemuanya teman wanita, bahwa si dia, suka padamu.

"Saya dapat bocoran dari sumber yang sulit untuk tidak dipercaya," tambahnya meyakinkan omongannya. Sumber omongannya itu merujuk pada seorang teman sekelas yang memakai jilbab besar yang longgar. Seorang akhwat yang aku tahu mengikuti halaqah salafy. Ya, bagaimana mungkin aku sulit percaya?

Aku merasa seperti tidak lagi menginjak tanah. Tubuhku sangat enteng. Benarkah seperti itu? Hatiku bertanya-tanya girang. Teman-teman lain menggodaku. Aku berusaha untuk tetap bersikap biasa saja. Memang aku berhasil menjaga sikapku, tetapi aku melihat sendiri diriku dalam imaji bahwa aku sangat tersenyum penuh kebahagiaan.

Sejak saat itu, aku semakin menaruh perhatian pada si dia. Waktu itu, aku masih di semester 5.

Dalam perenunganku ketika malam, terkadang rasa untuk tidak percaya pada omongan temanku itu hadir. Bukan pada apa yang dikatakannya, tetapi aku menduga-duga bahwa dia kemungkinan salah dengar, atau sedang berkelakar. Aku menjadi gelisah. Maka, aku mengambil ponsel lalu kukirim pesan pada temanku itu. Aku menanyakan apakah benar seperti itu? Lagi-lagi, aku mendapat jawaban yang sulit untuk tidak kupercaya. Hatiku berbunga.

Tetapi, itu tidak segera menjadi penguat diri untuk segera bertanya dan memberikan pernyataan pada si dia. Walaupun aku semakin 'gede rasa' dan sangat yakin si dia akan memberikan balasan cinta, aku tetap menahannya. Aku masih tetap tidak percaya diri akan perasaan yang meluap-luap di dalam hatiku. Dan rasa maluku lebih besar dari gejolak cinta yang meluap-luap itu.

Hingga suatu hari... Aku sudah tidak bisa menahannya. Keinginanku untuk tahu langsung dari dirinya sudah berada di puncak rasa penasaranku. Aku bertanya padanya.

***

Hari-hariku menjadi tidak bergairah. Seperti tetanaman yang baru di semai dan ditinggalkan air. Layu. Tetapi aku coba untuk tidak kecewa dan berusaha menerima kenyataan pahit itu. Karena seharusnya aku lega. Tanda tanya itu sudah hilang, meski tanda tanya baru hadir.

Si dia menjawabku...

Teman kita itu berkata tidak benar sama sekali. Si dia tidak pernah mengatakan seperti apa yang aku dengar dari pengakuan teman tempo hari. Lalu siapa yang harus aku percaya? Sebuah tanda tanya baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.