Sabtu, 22 November 2014
QS 12:33
Qoola rabbis sijnu ahabbu ilayya mimmaa yad 'uu nanii liahi, wa illaa tashrif 'annii kaeda hunna ashbuu i laihinna wa akun (m) minal jaahiliina.
Jumat, 21 November 2014
Rasa Kangen yang Menyiksa
Apa yang harus aku katakan selain "kangen" untuk menggambarkan suasana hatiku saat ini? Tidak! Tidak mau lagi aku melakukan kompetisi "gila" ini bersamanya.
Jumat, 18 Juli 2014
Salah Satu Doa
Rasulullah SAW pernah mengajarkan sebuah doa kepada salah seorang sahabatnya. Allahumma a'inni 'ala dzikrika, wa syukrika, wa husni ibaadatika.
Dzikir: mengingat Allah. Dengan cara beribadah artinya kita mengingat Allah.
Syukur: memanfaatkan, menikmati, dan merawat pemberian Allah. Bersyukur tidak cukup hanya dengan mengucapkan alhamdulillah.
Beribadah dengan baik: Istiqomah dalam beribadah.
Cat:
Sahabat adalah, orang yang sejaman dengan Rasulullah, beriman dan mengakui kerasulan Muhammad SAW.
Sebagian isi materi ceramah tarwih
Kamis, 08 Mei 2014
De Pawer of Mata Minus B-)
Ketika pikiran sudah tak sanggup mengendalikan mata, maka keterbatasan yang akan mengendalikannya.
Terkadang, di suatu keadaan yang memungkinkan, aku memutuskan untuk tidak memakai kacamataku. Itu akan membuat mataku dalam beberapa jam terbebas dari dosa akibat fitnah yang bertebaran di jalan. Memang, aku membiasakan diri untuk memandang sekali pandangan saja, tetapi ada waktu ketika pikiran ini lebih didominasi oleh keinginan salah untuk melihat hal-hal yang seharusnya tidak dilihat, terus berbisik dan berbisik. Jlebbb, akhirnya bobol juga. Apalagi dengan penglihatan yang jernih.
Sewaktu di SMA, aku punya cerita. Ruang kelas kami waktu itu bersebelahan dengan ruang kelas jurusan kimia analis. Di ruang itu, memang banyak siswi yang cantik cantik dan memakai rok. Terkadang temanku, dari lubang dinding yang memisahkan kelas kami, mengintipi cewek cewek di sana itu. Ada yang kelihatan setengah paha, ada juga yang sampai tersingkap roknya dan bisa terlihat C*nya dari kejauhan. Kalau sudah begitu, kadang mereka rebutan untuk tidak melewatkan momen yang jarang-jarang bisa terulang lagi. Maka kadang teman-teman mengajakku untuk mengintip dari lubang sebesar uang koin itu. Aku menolak. Adalah suatu keinginan yang terhalang keterbatasan. Ya, untuk apa? Toh, aku tidak akan bisa melihat apa-apa dengan kondisi mata minus ini.
Kadang aku merasa bersyukur dengan mata minus ini.
Kuakui, keterbatasan jarak pandang memang berpengaruh dalam prestasi akademik di sekolah. Seperti dulu ketika aku duduk di smp kelas 1. Di cawu ke - 2 ku, aku mulai merasakan keterbatasan itu. Tapi karena aku rajin belajar dan mencatat buku tulisan teman sepulang sekolah, nilaiku tidak jeblok-jeblok amat. Di penentuan kenaikan kelas, aku berhasil naik tingkat dan bertahan di kelas A. Oh ya, di sekolahku dulu distribusi penempatan kelas didasarkan atas nilai masing-masing murid. Secara hirarki, murid yang nilainya bagus akan masuk di kelas A, selanjutnya ke B, C, D, dan C.
Masuk di kelas 2, persaingan makin ketat. Ada beberapa murid dari kelas lain yang berhasil masuk ke kelas A, di kelasku. Tentu karena hasil ujian kenaikan mereka tinggi sehingga bisa masuk di kelas ini. Aku harus bersaing dengan mereka, supaya ketika ujian kenaikan kelas untuk masuk di tingkat 3 nanti, aku bisa bertahan di kelas B. Tapi ternyata, keinginan tak sesuai hasil. Meski aku tidak mau menyalahkan mataku secara berlebihan tapi tak bisa kumenis bahwa penyebabnya ya juga mataku ini. Karena kesulitan melihat apa yang diterangkan guru di papan tulis, aku jadi sulit belajar. Aku tidak paham. Dan setiap ujian, apalagi matematika, nilaiku hancur minah. Di ulangan harian, aku pernah dapat nilai 2, bahkan bendol gede. Itu prestasi terparah yang pernah kudapatkan. Aku jadi malu setengah mati, sewaktu pembagian kertas hasil ulangan. Ibu guru menyindir-nyindir nilai merahku ini dengan muka masam, bercampur kecewa. Ketiak bu guru menyebut, dengan nada ketus, "ada yang dapat dua!" kelas seketika jadi hening. Teman-temanku, yang tadinya sibuk dan riuh membahas nila yang mereka dapat, jadi diam. Keluar nada heran, dan muka melongo. Ada yang bertanya, "Hah... Siapa, Bu?" Aku sudah siap-siap pasang muka. Pasang muka ke bangku. Aku tak sekalipun menengok, dan hanya diam dengan menunduk.
"Gak usah, dikasih tau... Nanti dia malu?"
Syukurlah, bu guru masih bisa menyimpan perasaan maluku.
Dan endingngnya, ketika hasil ujian penarikan kelas, aku terperosok ke kelas B.
Maka menyadari keterbatasanku ini, di kelas 3, ketika hari pertama pemilihan bangku, aku berusaha datang lebih awal ke kelas untuk bisa dapat bangku paling depan. Toh udah ku usahakan dapat pagi-pagi sekali, tetap saja bukan aku yang paling pertama datang. Kelas sudah ramai terisi ketika aku mulai masuk. Bagian Depan kelas udah banyak terisi. Kecewa. Aku justru dapat bangku paling pojok belakang. Tetapi pada akhirnya aku bersyukur, ada teman yang mau bertukar bangku. Aku berhasil dapat bangku paling depan. Dan di akhir sekolah, aku lulus dengan mendapat peringkat pertama di kelasku. Peringkat 8 umum, di mana peringkat 1 s.d 7 semua berasal dari kelas A.
Rasanya enek x-(
Kamis ini alhamdulillah saya merealisasikan niat untuk melanjutkan puasa sunah Senin-Kamis. Saya harap bisa menjalankannya dengan baik hingga tiba waktunya. Aamiin...
Hari ini, yang mulai sejak Senin kemarin, saya dapat shift pagi. Inilah yang menjadi salah satu tantangan untuk melakukan puasa sunah di tiap Senin-Kamis (punah ditikam), yaitu ketika salah satu sunnahnya, sahur, gampang-gampang sulit dilakukan. Kalau hari Senin saya tidak mendapat kesulitan yang begitu berarti, karena saya berad di rumah dan bisa mempersiapkan sahur dengan baik. Beda dengan kalau saya di tempat kerja. Mau beli nasi di jalan, takutnya akan basi untuk dimakan sahur. Mau beli di lokasi kerja, tak ada warung nasi yang buka di jam-jam dini hari. Mau siapkan dari rumah, kadang tak sempat. Maka, kalau saya dapat info bahwa kita akan pulang dari tempat kerja jam 6, saya hanya persiapkan roti n kopi instan atau minuman lain.
Di subuh tadi, saya beli sebungkus roti isi cokelat + mentega yang seharga sepuluh ribuan. Ditambah biskuit selai Olai dan minuman kacang hijau kemasan kotak. Ketika ingin menghabiskan roti itu saya jadi enek. Dalam hati terus menyemangati dan sorak "hayo hayo, kamu bisa ngabisin, ayo... sisa 2 potong lagi". Ya begitulah. Perasaan udah enek minta ampun, tapi saya memaksanya untuk bisa saya telan. Saya harus habis in sebungkus itu supaya energi tercukupi dalam keseharian saya nantinya. Untuk mevariasikan rasa dan menyiasatinya supaya tidak enek, saya makan biskuit selai Olai itu dan lanjut lagi makan rotinya.
Jam setengah 4 saya bangun. Saya menghitung-hitung untuk sahur setengah jam. Jadi di jam 4 hingga menjelang subuh saya bisa tahajud n witir terlebih dulu.
Ehm, sekali lagi tentang enek. Peristiwa enek ini seringkali tidak hanya terjadi kalau sahur di tempat kerja. Di rumah juga begitu. Dan untuk menyiasatinya, saya beli makanan yang agak saya suka: terang bulan. Jadi, saya hanya makan nasi secukupnya, dan lanjut dengan terang bulan. Biasanya saya hanya mampu habiskan 2 sampai 3 potong saja.
Saya sangat berharap, ketika nanti memiliki pendamping hidup, dia bisa menemani saya untuk makan sahur bersama :D saya berharap suatu saat nanti, rasa enek itu tidak akan muncul lagi dalam makanan. Ya, harapku :)
Kamis, 10 April 2014
Saya Kembali
Saya bukan kembali dari mana. Saya hanya kembali dari rasa jenuhku untuk mengupdate blog ini kembali. Setelah sekian lama vakum, lewat sebuah perenungan akhirnya saya kembali.
Langganan:
Postingan (Atom)