Ini tentang kencan pertamaku dengan Cammay.
Namanya Mukarramah. Nama kecilnya adalah Cammay dan samapi sekarang aku suka memanggilnya dengan nama itu. Itu mengingatkanku pula di masa-masa kecilku.
Cammay adalah tetanggaku. Aku banyak melihat dia di masa-masa kecilnya semenjak usianya masih 1 tahunan. Aku masih ingat wajah di masa kecilnya. Memang ketika itu aku sudah bisa merekam banyak hal, mengingat usiaku sudah sekitar 10 tahunan. Ya, aku dan dia terpaut usia 9 tahun.
***
Kedua orang tua Cammay mengizinkanku untuk membawanya malam itu. Kalau tidak salah 2 hari setelah lebaran. Mungkin ini sinyal bagiku kalau hubunganku dengannya telah direstui. Sebelumnya memang, melalui perantara, aku telah menyampaikan maksudku kepada kedua orang tuanya bahwa aku ingin menikahinya. Ayahnya menerima maksud baikku.
Kata ayahnya, kalau tahu aku suka padanya, mungkin Cammay tidak dikuliahkan dulu. Ini pertanda bahwa sebenarnya ayahnya ingin anak gadisnya itu cepat-cepat menikah. Tetapi aku tidak sesegera itu.
Pertama, aku merundingkannya pada Cammay. Aku meminta pendapatnya. Jadi, ketika dia bilang akan siap menikah setelah menjalani masa kuliah 2 tahun, aku menyetujuinya. Artinya, bila tidak ada halangan aku akan menikah dengannya di tahun 2015.
Walau besarnya rasa cintaku dan keinginanku untuk memilikinya, aku tetap tidak ingin memaksanya. Aku lebih memilih bersabar untuk menunggunya hingga siap. Juga, aku berusaha untuk tidak terlalu mengekspos rasa cintaku itu padanya. Aku tahu, segalanya yang terbaik adalah dari Allah, jadi aku berusaha untuk realistis.
Di kencan pertamaku, aku membawanya ke rumah teman untuk silaturahim. Kebetulan temanku itu mengundangku untuk jalan-jalan ke tempatnya.
Dengan motor, aku menjemput Cammay di rumahnya setelah waktu sembahyang isya, sekitar jam 8an lewat. Awalnya aku mau dia ditemani oleh temannya, sahabatnya, supaya aku tidak berboncengan dengannya. Jadi aku meminta Tiwi, sahabatnya itu menemani kami dan ia setujua. Tapi, entah disengaja atau tidak, beberapa jam setelah kami akan pergi, Tiwi bilang dia sakit jadi tidak bisa menemani. Terpaksa, aku hanya pergi berdua saja. Aku memboncengnya.
Dan, tepat ketika dia mulai naik di boncengan, di belakangku, rasanya aku masih tak percaya. Tetapi aku harus percaya. Ini adalah nyata. Aku bersamanya, menjemputnya di depan pintu rumahnya, diizinkan oleh ayah ibunya, dan... ini bukan mimipi. Gadis yang selama ini kudambakan, ada bersamaku.
Beberapa waktu setelah itu aku sulit melupakan momen itu. Bagiku, kencan pertama itu, adalah momen yang sangat berkesan. Beberapa hari aku selalu memutar ulang rekaman peristiwa itu dalam perenunganku.
Namanya Mukarramah. Nama kecilnya adalah Cammay dan samapi sekarang aku suka memanggilnya dengan nama itu. Itu mengingatkanku pula di masa-masa kecilku.
Cammay adalah tetanggaku. Aku banyak melihat dia di masa-masa kecilnya semenjak usianya masih 1 tahunan. Aku masih ingat wajah di masa kecilnya. Memang ketika itu aku sudah bisa merekam banyak hal, mengingat usiaku sudah sekitar 10 tahunan. Ya, aku dan dia terpaut usia 9 tahun.
***
Kedua orang tua Cammay mengizinkanku untuk membawanya malam itu. Kalau tidak salah 2 hari setelah lebaran. Mungkin ini sinyal bagiku kalau hubunganku dengannya telah direstui. Sebelumnya memang, melalui perantara, aku telah menyampaikan maksudku kepada kedua orang tuanya bahwa aku ingin menikahinya. Ayahnya menerima maksud baikku.
Kata ayahnya, kalau tahu aku suka padanya, mungkin Cammay tidak dikuliahkan dulu. Ini pertanda bahwa sebenarnya ayahnya ingin anak gadisnya itu cepat-cepat menikah. Tetapi aku tidak sesegera itu.
Pertama, aku merundingkannya pada Cammay. Aku meminta pendapatnya. Jadi, ketika dia bilang akan siap menikah setelah menjalani masa kuliah 2 tahun, aku menyetujuinya. Artinya, bila tidak ada halangan aku akan menikah dengannya di tahun 2015.
Walau besarnya rasa cintaku dan keinginanku untuk memilikinya, aku tetap tidak ingin memaksanya. Aku lebih memilih bersabar untuk menunggunya hingga siap. Juga, aku berusaha untuk tidak terlalu mengekspos rasa cintaku itu padanya. Aku tahu, segalanya yang terbaik adalah dari Allah, jadi aku berusaha untuk realistis.
Di kencan pertamaku, aku membawanya ke rumah teman untuk silaturahim. Kebetulan temanku itu mengundangku untuk jalan-jalan ke tempatnya.
Dengan motor, aku menjemput Cammay di rumahnya setelah waktu sembahyang isya, sekitar jam 8an lewat. Awalnya aku mau dia ditemani oleh temannya, sahabatnya, supaya aku tidak berboncengan dengannya. Jadi aku meminta Tiwi, sahabatnya itu menemani kami dan ia setujua. Tapi, entah disengaja atau tidak, beberapa jam setelah kami akan pergi, Tiwi bilang dia sakit jadi tidak bisa menemani. Terpaksa, aku hanya pergi berdua saja. Aku memboncengnya.
Dan, tepat ketika dia mulai naik di boncengan, di belakangku, rasanya aku masih tak percaya. Tetapi aku harus percaya. Ini adalah nyata. Aku bersamanya, menjemputnya di depan pintu rumahnya, diizinkan oleh ayah ibunya, dan... ini bukan mimipi. Gadis yang selama ini kudambakan, ada bersamaku.
Beberapa waktu setelah itu aku sulit melupakan momen itu. Bagiku, kencan pertama itu, adalah momen yang sangat berkesan. Beberapa hari aku selalu memutar ulang rekaman peristiwa itu dalam perenunganku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.